SDN Wonorejo I, Nanggulan, Kulon Progo
Di  SD ini kami bertemu dengan Bu  Rumiyati. beliau tidak hadir saat  pertemuan di Karta Pustaka akhir  bulan lalu. Ketika kami datang, Bu Rum  sedang sibuk dengan kegiatan  lomba MIPA yang diadakan di sekolah tsb. Bu  Rum sendiri menceritakan  kendala utamanya untuk menjalankan program  pendidikan pusaka di sekolah  ini adalah karena dia mengajar di kelas 6,  yang berarti mau tidak mau  harus fokus pada persiapan ujian. 
Bu Rum pun merasa agak kesulitan untuk mentransfer pengalaman dan pengetahuannya di masalah pendidikan pusaka ini kepada guru yang lain, walaupun itu sudah dilakukan juga dalam bentuk sosialisasi. Kendala utamanya untuk transfer pengetahuan adalah fokus konsentrasinya yang sangat terkuras untuk persiapan ujian itu tadi. Walaupun begitu, Bu Rum sangat paham tujuan program ini dan sangat ingin bisa menerapkannya dengan maksimal. Bahkan dia sempat berharap kalau saja dia ditugaskan menjadi wali kelas sealin kelas 6 pasti akan sudah dijalankan dengan
lebih optimal.
Bu Rum pun merasa agak kesulitan untuk mentransfer pengalaman dan pengetahuannya di masalah pendidikan pusaka ini kepada guru yang lain, walaupun itu sudah dilakukan juga dalam bentuk sosialisasi. Kendala utamanya untuk transfer pengetahuan adalah fokus konsentrasinya yang sangat terkuras untuk persiapan ujian itu tadi. Walaupun begitu, Bu Rum sangat paham tujuan program ini dan sangat ingin bisa menerapkannya dengan maksimal. Bahkan dia sempat berharap kalau saja dia ditugaskan menjadi wali kelas sealin kelas 6 pasti akan sudah dijalankan dengan
lebih optimal.
Diwarnai  dengan mendengarkan salah satu  rekan guru (Pak siapa aku lupa) yang  kalau sudah ceramah, spt radio  (nda isa berhenti.. :p.. ), aku  menjelaskan matriks monitoring dan  penilaian kepada Bu Rum. Aku hanya  bisa menjelas 2 sheet (perencanaan  dan pelaksanaan) karena hanya 2 itu  yang sudah aku print. Sekolah itu  juga tidak punya komputer, sehingga  tidak bisa mengopi softcopynya.  Namun, aku sudah memberitahu Bu Rum jika  Bu Katiti (saudaranya) di SDN  Wonorejo II sudah punya softcopynya dan  bisa mempelajari matriks itu  bersama-sama.
Walaupun Bu Rum  tampak begitu kesulitan  mengatur waktu untuk penuh berkonsentrasi di  program ini, tapi aku  bisa lihat semangatnya untuk tetap akan mencoba  menerapkannya dengan  beberapa pilihan prioritas. Ketika aku menjelaskan  bahwa akan ada modul  pendidikan pusaka untuk siswa (yang itu adalah PR  tim BPPI untuk  segera diselesaikan), Bu Rum langsung mengiyakan bahwa  memang modul itu  sangat diperlukan. Untuk orang sesibuk Bu Rum yang  tidak punya partner  guru lain yang juga ikut pelatihan di Prambanan  (Wonorejo ada 2 SD dan  masing-masing mengirimkan 1 guru pada workshop di  Prambanan lalu),  sebuah modul bisa sangat membantu secara praktis dalam  penerapan  pendidikan pusaka ini.
Kendala lain yang kita bahas  adalah  soal koordinasi dengan birokrasi pendidikan setempat. Masalahnya  sama  dengan yang dibicarakan di SDN Wonorejo II, yakni  koordinasi  dengan UPTD setempat. Walaupun sebenarnya tidak banyak  perhatian dari  lembaga tersebut secara nyata di tingkat aksi, tapi  menurut Bu Rum,  mereka selalu menuntut untuk diberitahu jika ada  kegiatan yang  dilakukan oleh para guru di sekolah yang masuk dalam  wilayah kerjanya.  Bu Rum pun bahkan sampai mengatakan bahwa sebenarnya  para guru itu  “milik” UPTD, dan hanya numpang di sekolah-sekolah tempat  mereka  mengajar sekarang. Jadi, apapun itu harus dilakukann dengan   sepengetahuan UPTD ybs. Dua rekomendasi yang aku jelaskan di bagian awal   (SDN Wonorejo II) untuk mengatasi hal ini juga aku sampaikan ke Bu  Rum,  bahwa kita akan selalu tembuskan surat kepada UPTD dan akan  melakukan  koordinasi lagi dengan Dinas Pendidikan di tingkat Provinsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar