Minggu, 10 April 2011

Peninjauan Penerapan Program (2009)

SDN Wonorejo I, Nanggulan, Kulon Progo

Di SD ini kami bertemu dengan Bu Rumiyati. beliau tidak hadir saat pertemuan di Karta Pustaka akhir bulan lalu. Ketika kami datang, Bu Rum sedang sibuk dengan kegiatan lomba MIPA yang diadakan di sekolah tsb. Bu Rum sendiri menceritakan kendala utamanya untuk menjalankan program pendidikan pusaka di sekolah ini adalah karena dia mengajar di kelas 6, yang berarti mau tidak mau harus fokus pada persiapan ujian.

Bu Rum pun merasa agak kesulitan untuk mentransfer pengalaman dan pengetahuannya di masalah pendidikan pusaka ini kepada guru yang lain, walaupun itu sudah dilakukan juga dalam bentuk sosialisasi. Kendala utamanya untuk transfer pengetahuan adalah fokus konsentrasinya yang sangat terkuras untuk persiapan ujian itu tadi. Walaupun begitu, Bu Rum sangat paham tujuan program ini dan sangat ingin bisa menerapkannya dengan maksimal. Bahkan dia sempat berharap kalau saja dia ditugaskan menjadi wali kelas sealin kelas 6 pasti akan sudah dijalankan dengan
lebih optimal.
Diwarnai dengan mendengarkan salah satu rekan guru (Pak siapa aku lupa) yang kalau sudah ceramah, spt radio (nda isa berhenti.. :p.. ), aku menjelaskan matriks monitoring dan penilaian kepada Bu Rum. Aku hanya bisa menjelas 2 sheet (perencanaan dan pelaksanaan) karena hanya 2 itu yang sudah aku print. Sekolah itu juga tidak punya komputer, sehingga tidak bisa mengopi softcopynya. Namun, aku sudah memberitahu Bu Rum jika Bu Katiti (saudaranya) di SDN Wonorejo II sudah punya softcopynya dan bisa mempelajari matriks itu bersama-sama.
Walaupun Bu Rum tampak begitu kesulitan mengatur waktu untuk penuh berkonsentrasi di program ini, tapi aku bisa lihat semangatnya untuk tetap akan mencoba menerapkannya dengan beberapa pilihan prioritas. Ketika aku menjelaskan bahwa akan ada modul pendidikan pusaka untuk siswa (yang itu adalah PR tim BPPI untuk segera diselesaikan), Bu Rum langsung mengiyakan bahwa memang modul itu sangat diperlukan. Untuk orang sesibuk Bu Rum yang tidak punya partner guru lain yang juga ikut pelatihan di Prambanan (Wonorejo ada 2 SD dan masing-masing mengirimkan 1 guru pada workshop di Prambanan lalu), sebuah modul bisa sangat membantu secara praktis dalam penerapan pendidikan pusaka ini.
Kendala lain yang kita bahas adalah soal koordinasi dengan birokrasi pendidikan setempat. Masalahnya sama dengan yang dibicarakan di SDN Wonorejo II, yakni koordinasi dengan UPTD setempat. Walaupun sebenarnya tidak banyak perhatian dari lembaga tersebut secara nyata di tingkat aksi, tapi menurut Bu Rum, mereka selalu menuntut untuk diberitahu jika ada kegiatan yang dilakukan oleh para guru di sekolah yang masuk dalam wilayah kerjanya. Bu Rum pun bahkan sampai mengatakan bahwa sebenarnya para guru itu “milik” UPTD, dan hanya numpang di sekolah-sekolah tempat mereka mengajar sekarang. Jadi, apapun itu harus dilakukann dengan sepengetahuan UPTD ybs. Dua rekomendasi yang aku jelaskan di bagian awal (SDN Wonorejo II) untuk mengatasi hal ini juga aku sampaikan ke Bu Rum, bahwa kita akan selalu tembuskan surat kepada UPTD dan akan melakukan koordinasi lagi dengan Dinas Pendidikan di tingkat Provinsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar